Kulihat bangsaku perlahan mulai mati nuraninnya,karena lapar
Saling menyikut dan menindas……. Siapa cepat dan kuat dialah pemenangnya
Aku tertegun dan terpana semua ingin diraih tak pernah ada kata puas……
Seakan yang hidup bergabung dengan yang mati demi sebuah ambisi
Aku menyaksikan wajah- wajah yang tak kenal rasa malu
Yang menutupi matanya dengan debu-debu emas
Yang memantulkan gemerlap cahaya teplok air mata derita
Kulihat pula derai tawa tak berdosa sembunyikan tangis bayi
Dari bilik kardus bawah kolong jembatan,suara tangisan
Yang mengharap susu manis dari kedua tetek kering ibunya
Tarikan nafas kegetiran yang menanti matangnya bebatuan di dalam kuali
Serta jeritan nafas kemiskinan yang membuat seorang ibu tega
Meletakkan anaknya dalam kardus tepi sungai
Tak ada bedanya aku,kamu dan mereka…. Karena nuranilah kita berbeda
Karena kejujuranlah kita jadi mulia,Sadarkah engkau bahwa orang mulia sekalipun
Tak jarang dari mereka adalah keturunan darah penjahat
Aku MUAK……!!! Dengan kapitalis karena ia merupakan raksasa tak berkaki
Serta berotak anak ayam,jelmaan lintah yang tak pernah kenyang
Aku,kamu dan mereka semua,bayi-bayi ini,serta para pewaris bangsa…
Mereka adalah para pewaris yang terpasung dan terkekang
Karena kemiskinan telah merantai tangan-tangan dan
Tubuh mereka dalam belenggu kebodohan
Aku bukanlah seorang provokator ,atau anarkis bukan pula komunis
Aku mengajarkan kepada mereka tentang Tuhan
Dan ketika mereka marah meradang,aku redam mereka dengan akal dan nurani
Aku seorang motifator,sekaligus orang yang terpasung
Roda-roda kehidupan kudapati berlawanan arah denganku
Ia menindas dengan angkuh setiap benih yang kutanam dan hendak bertunas
Dan aku melihat di sana,di balik tumpukan sampah
Ada budak sedang tertidur,aku tak ingin membangunkan dia
Kalau-kalau ia sedang memimpikan kebebasan
Bila ia telah terbangun akan aku jelaskan tentang arti kebebasan kepadanya
Tapi aku juga mencintai para budak itu
Seperti cintaku pada kebebasan,sebab mereka mengecup dengan mata tertutup
Taring binatang buas dalam hening
Ketidaktahuan,tanpa tahu senyum maut menunggu
Dan tak pernah menyadari,sedang menggali kuburan
Dengan tangan mereka sendiri
Kehidupan berbangsa laksana sebuah kursi singgasana
Bila rusak atau patah sebagian maka pincanglah sebuah bangsa
Dan matilah sebuah bangsa ,bila hukum dapat dibeli dengan uang
Serta para pemimpinnya membiarkan kebohongan
Sedangkan ia mengetahuinya
Kemudian karena hal itu ia hanya terdiam terpaku
Lalu menyerah dalam kubangan belenggu
Yang namanya KEKUASAAN
Oleh Beny Casanova
Friday, October 19, 2007
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment